Monday, July 26, 2010

SYNOPSIS PERUBAHAN

Saya menerima sebuah email hari ini dan ini adalah pendapat saya:

Synopsis ini tidak dapat diterapkan menggunakan dimensi waktu yang pendek. Perlu waktu yang panjang dan berkelanjutan. Ada masa-masanya untuk masing-masing perihal yang disebutkan sejak nomor 1. (satu) sampai dengan nomor 9. (sembilan).
Lalu bagaimana kita bersikap terhadap usikan yang terasa menyengat pada  kenyamanan kita dalam menjalankan hidup selanjutnya?
Ada sebuah kata yang saya anggap sesuai, yaitu adapt yang artinya: membiasakan atau menyesuaikan diri.
Menurut pengamatan kita para senior yang mau menerima kenyataan ini, adaptasi itu amat mudah dilakukan justru oleh kanak-kanak dibandingkan oleh orang yang sudah lanjut usia seperti kita. Perhatikan di sekitar kita dan akuilah kalau anda merasakan mau merasakan kebenaran yang sejati. Bilamana anda masih keras menentangnya, itu bisa berarti anda telah menempati kenyamanan dan berhenti ber-meta-morphosis padahal sudah menua dan tidak mau menyesuaikan diri dengan perubahan. Itu adalah hak anda dan silakan menerima apapun akibatnya. Apabila terasa kurang atau malah tidak nyaman dalam menghadapinya, cepatlah mencoba menyesuaikan diri anda agar seirama dengan amplitudo perubahan.
Bacalah dan resapkan yang berikut ini: 


Very interesting synopsis of how society is changing and the domino effect.

1. The Post Office.     Get ready to imagine a world without the post office. They are so deeply in financial trouble that there is probably no way to sustain it long term. Email, Fed Ex, and UPS have just about wiped out the minimum revenue needed to keep the post office alive. Most of your mail every day is junk mail and bills.

2. The Check.     Great Britain is already laying the groundwork to do away with checks by 2018.  It costs the financial system billions of dollars a year to process checks.  Plastic cards and online transactions will lead to the eventual demise of the check. This plays right into the death of the post office.  If you never paid your bills by mail and never received them by mail, the post office would absolutely go out of business.


3. The Newspaper.     The younger generation simply doesn't read the newspaper. They certainly don't subscribe to a daily delivered print edition. That may go the way of the milkman and the laundry man. As for reading the paper online, get ready to pay for it. The rise in mobile Internet devices and e-readers has caused all the newspaper and magazine publishers to form an alliance. They have met with Apple, Amazon, and the major cell phone companies to develop a model for paid subscription services.


4. The Book.     You say you will never give up the physical book that you hold in your hand and turn the literal pages. I said the same thing about downloading music from iTunes. I wanted my hard copy CD. But I quickly changed my mind when I discovered that I could get albums for half the price without ever leaving home to get the latest music. The same thing is happening with books. You can browse a bookstore online and even read a preview chapter before you buy. And the price is less than half that of a real book. And think of the convenience! Once you start flicking your fingers on the screen instead of the book, you find that you are lost in the story, can't wait to see what happens next, and you forget that you're holding a gadget instead of a book.


5. The Land Line Telephone.     Unless you have a large family and make a lot of local calls, you don't need it anymore. Most people keep their and line telephone simply because they're always had it. But you are paying double charges for that extra service. All the cell phone companies will let you call others that use the same cell provider for no charge against your minutes.


6. Music.     This is one of the saddest parts of the change story. The music industry is dying a slow death. Not just because of illegal downloading. It's the lack of innovative new music being given a chance to get to the people who would like to hear it. Greed and corruption is the problem. Over 40% of the music purchased today is "catalog items," meaning traditional music that the public is familiar with -- older established artists. This is also true on the live concert circuit. To explore this fascinating and disturbing topic further, check out the book, "Appetite for Self-Destruction" by Steve Knopper, and the video documentary, "Before the Music Dies."


7. Television.     Revenues to the networks are down dramatically, and not just because of the economy. People are watching TV programs and movies streamed from their computers.  And they're playing games and doing all lots of other things that take up the time that used to be spent watching TV. Prime time shows have degenerated down to lower than the lowest common denominator. Cable rates are skyrocketing and commercials run about every 4 minutes and 30 seconds. I say good riddance to most of it It's time for the cable companies to be put out of our misery. Let the people choose what they want to watch online and through Netflix.


8. The "Things. " That You Own. Many of the very possessions that we used to own are still in our lives, but we may not actually own them in the future. They may simply reside in "the cloud." Today your computer has a hard drive and you store your pictures, music, movies, and documents. Your software is on a CD or DVD, and you can always re-install it if need be. But all of that is changing. Apple, Microsoft, and Google are all finishing up their latest "cloud services." That means that when you turn on a computer, the Internet will be built into the operating system. So, Windows, Google, and the Mac OS will be tied straight into the Internet. If you click an icon, it will open something in the Internet cloud. If you save something, it will be saved to the cloud. And you may pay a monthly subscription fee to the cloud provider.

In this virtual world, you can access your music or your books, or your whatever from any laptop or handheld device. That's the good news. But, will you actually own any of this "stuff" or will it all be able to disappear at any moment in a big "Poof?" Will most of the things in our lives be disposable and whimsical? It makes you want to run to the closet and pull out that photo album, grab a book from the shelf, or open up a CD case and pull out the insert.


9. Privacy.     If there ever was a concept that we can look back on nostalgically, it would be privacy. That's gone. It's been gone for a long time anyway. There are cameras on the street, in most of the buildings, and even built into your computer and cell phone. But you can be sure that 24/7 "They" know who you are and where you are, right down to the GPS coordinates, and the Google Street View. If you buy something, your habit is put into a zillion profiles, and your ads will change to reflect those habits. And "They" will try to get you to buy something else. Again and again.

All we will have that can't be changed are the Memories.

Ini adalah bunyi sesaat setelah saya selesai membacanya
Reply
I read this up and down and up again.
Found mostly applicable to my surroundings.
Q: "Are we gaining things or losing things that we loved??"
If all can be adjusted to my growth in mind and body, I do think that I shall manage ... !
Anwari - July 26, 2010

Banyak kejadian yang membuat saya mau dan bersedia setiap saat untuk berubah dan dengan jujur berani mengakui bahwa kita telah salah bersikap  dalam kehidupan kita yang telah silam. Kesalahan bersama adalah kesalahan saya juga, biarpun partisipasi kesalahan saya hanya kecil sekalipun.
Ini contoh yang telah terjadi:
A.   Di dalam masa pergerakan perubahan kondisi politik dan eonomi saya mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan bagi masyarakat Indonesia dan bagi saya pribadi. Waktu terjadi peristiwa perebutan kekuasaan dari pihak mereka yang pro Bung Karno dengan yang pro Suharto, saya banyak melihat peluang pada periode-periode sesudahnya, untuk bersuara. Bersuara apa? Menyuarakan ke-tidak-setujuan terhadap banyak hal yang telah terbukti kemudian, yang banyak di antaranya adalah pada saat beberapa tahun terakhir ini, tidak patut didiamkan. Apa sebab saya, dan juga banyak orang lain senasib dan seperasaan dengan saya, berbuat seperti itu, diam-diam saja? Saya duga banyak yang seperti saya: takut diperdayakan oleh para yang pro Suharto dalam banyak bidabng bisnis, karir, kehidupan biasa, fitnah dan lain-lain segi kehidupan orang biasa. Saya memang takut kepada banyak hal, yang belum tentu akan terjadi. Oleh karena ayah saya dan keluarganya sudah jelas adalah pro Bung Karno, maka ayah saya dengan terang benderang adalah menjadi ‘musuh” kaum militer terutama Angkatan Darat yang sdang berkuasa. Surat-surat beliau yang dikirim melalui pos tidak bisa sampai tetapi dibaca oleh intelijen Tentara dan ayah saya dipanggil oleh Komandan Korem, dan diberi tau bahwa itu tidak baik. Kalau tidak bersedia berhenti berkirim surat, maka ayah saya akan ditindak “tegas”!  Beliau juga mengalami di”copot” paksa  dari jabatannya selaku Rektor Universitas Negeri Brawidjaja yang didirikan dengan peluh serta keringatnya dan dengan modal uang yang berjumlah besar dan barang yang memang milik pribadinya. Saya kemudian menjadi pengusaha dari macam-macam komoditi tetapi tetap menjaga diri agar jangan bersentuhan dengan dan tidak bersinggungan dengan kekuasaan pemerintah, yang dikendalikan oleh pihak militer. Juga menjaga agar tidak bersinggungan dengan keluarga Cendana serta para pegawai negeri yang memegang kekuasaan. Menceritakan yang seperti ini saja, saya harus memilih pendengarnya siapa dengan agak teliti.
B.   Adalah telah menjadi pengetauan umum di masyarakat luas betapa ‘ganas”nya pihak kapitalis dalam memeras rakyat Indonesia yang miskin. Meskipun banyak yang menjadi pengetauan masyarakat luas banyak kelainan dan kecurangan dalam pemilihan umum, dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan politik, banyak para ahli dan yang malah mempunyai kompetensi, justru diam seribu bahasa. Seperti halnya saya sendiri!! Diam karena memilih selamat. Saya menulispun banyak yang tidak saya berikan kepada siapapun juga untuk dibaca. Baru setelah tahun 1999 saya “agak berani” melakukan yang sebaliknya.
C.   Meskipun yang saya tulis di A. dan B. itu menggambarkan bahwa saya menjadi orang yang tidak mau berubah, tetapi demi keselamatan bisnis saya, jiwa dagang saya,sifat melindungi diri sendiri dengan baik, saya memang tidak mau berubah menjadi “Pro Suharto” sampai sekarang.
Saya tidak pernah menyesali sikap saya yang diam itu, karena saya kerjakan dengan menganut keutamaan keselamatan diri. Kalau saya selamat maka bisnis saya akan selamat juga, demikian juga semua karyawan yang bekerja di dalam unit-unit usaha yang saya dirikan. Itu saja alasan saya mengapa saya hanya diam-diam, duduk manis, tidak melanggar Undang-Undang dan tidak berbenturan dengan kekuasaan. Yang penting bagi diri saya adalah saya berusaha dan menciptakan bagi mereka yang tidak mempunyai nafkah dari kegiatan kerja dan menggiatkan ekonomi yang amat lambat berjalan di suatu daerah. Dengan senang hati saya beri taukan bahwa apa yang saya inginkan itu telah terlaksana.
Sejak masa merdeka itulah saya menikmati kebebasan mental, menulis apa saja, semau saya, tidak menggubris terlalu serious opini orang yang bertentangan dengan pendapat saya, karena Negara kita menganut paham  sekularisme dan kebebasan menyatakan pendapat.
Saya hidup merdeka dan menikmati segala perubahan sebanyak mungkin. Saya menerima bila tiba masanya untuk menjadi bertentangan pendapat, sepanjang tidak bertengkar secara fisik apalagi menyebabkan terbunuhnya manusia lain karenanya. Sikap sepakat untuk tidak sepakat mengenai sesuatu adalah sikap intelek, mundur untuk penenangan emosi dan maju lagi untuk meneruskan perbedaan juga akan bisa mencerminkan kebesaran jiwa.
Dalam halnya mengurangnya tingkat keperluan pos dan menurunnya penggunaan alat-alat yang telah kita kenal serta meningkatnyapemakaian alat-alat elektronik yang selalu ada pembaruan setiap periode tiga bulanan, saya mengikutinya dengan sesaksama mungkin.
Apa yang pernah dikatakan oleh Pemimpin Besar bangsa Indonesia, Bung Karno, bahwa perubahan yang radikal harus dilakukan dengan mendobrak dan menbongkar serta membangun kembali nilai-nilai luhur bangsa Indonesia kembali setelah menjadi bangsa yang terjajah ratusan tahun lamanya.
Semua itu adalah masalah perubahan.
Bung karno memang tidak sabar dan melakukannya dengan revolusi, tidak mau bekerja sama dengan para penjajah, bangun bersama-sama rakyat yang waktu itu telah lebih dari seratus juta jiwa jumlahnya.
Semoga Indonesia menjadikan rakyatnya seperti cita-cita Bung Karno dan juga cita-cita semua orang Indonesia yang waras, agar bangsa Indonesia mengalami kondisi yang adil dan makmur.
Semoga. 

Toronto, 26 Juli, 2010
Anwari Doel Arnowo


    




No comments: