Friday, April 2, 2010

Entrepreneur Sejati, Baik Hati, Pencitpa Pekerjaan dan Uang Pajak

                                     William Soejadjaja


Anwari Arnowo  


Kamis, 17 Nopember 2005


WILLIAM
                                               


Dimulai pada sekitar awal tahun 1990-an ketika Bank Summa dengan sengaja dijatuhkan. Ini saya kutip dari sebuah buku yang diterbitkan yang isinya mengenai riwayat William Suryajaya. Pak William ini seorang entrepreneur yang memulai usahanya dengan  menjual kertas koran bekas di daerah Jawa Barat Selatan. Saya sekarang tidak memiliki bukunya dan tidak dapat mengutip isinya dengan tepat, termasuk judulnya. Tetapi saya ingat beberapa bagian dimana dengan gamblang disebutkan bahwa William benar-benar dijatuhkan oleh group Liem Sioe Liong atas “perintah” Suharto. Buku ini seingat saya, saya beli di Gramedia jadi bukanlah sebuah buku yang gelap penerbitnya. Saya sayangkan saya tidak lagi memiliki copy atau asli bukunya. Secara kronologis buku itu menyebutkan bagaimana cara dan penyebab William harus jatuh. Memang yang menjadi Direktur Utama adalah Edward Suryajaya di PT Bank Summa, bukan William, akan tetapi yang jelas William adalah ayah Edward. Suasana kekuatan Politik pada waktu itu hanya ada satu arah, istilahnya one way traffic, yakni from top to bottom. Vox Suharto vox Dei. Jadi Liem tentu saja menuruti, itu adalah keadaan yang dianggap normal pada sekitar waktu itu. Saya melihat penghancuran William secara systematis dijalankan dan berjalan dengan sedikit sekali mengalami hambatan dari manapun.
Membaca buku tersebut saya melihat pak William adalah seorang wiraswastawan yang patut diacungi jempol. Berapa lapangan kerja yang telah diciptakannya tidak terhitung. Yang saya ingat adalah dimanapun dia terlibat, misalnya dalam upacara membuka sebuah perusahaan atau akan memberikan sepatah dua patah kata, dia selalu tidak lupa untuk berdoa dalam kepercayaan agamanya.

Dalam buku tersebut disebutkan bahwa William bersama para Taipan (pimpinan atau boss dalam istilah dunia swasta orang China) perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang sebagian besar adalah keturunan China, termasuk Pak William ini yang berasal dari etnis China, berkumpul di Tapos. Tapos adalah usaha peternakan milik Suharto dan keluarganya yang terletak di daerah sedikit kearah Selatan dan agak diatas kota Ciawi, Bogor. Pengusaha asal etnis yang sama ini tentu saja datang dan mendengarkan maksud inti dari pesan-pesan Suharto yang disampaikan pada hari itu. Diterangkan juga bagaimana Suharto berpesan agar karyawan diberi saham kepemilikan dalam perusahaan masing-masing yang hadir. Pada umumnya secara visual memang Suharto memberikan pandangannya seolah-olah seorang Bapak kepada anak-anaknya secara bijak dan baik sekali. Keterangan selanjutnya adalah segera sepulangnya dari pertemuan itu pak William langsung kembali ke induk perusahaannya dan menyampaikan inti maksud pesan Suharto. Sekali lagi sebagai lanjutan diterangkan bahwa apa yang dilakukan pak William itu istilahnya terlalu cepat dilaksanakan dan kurang mengacu kepada petunjuk Suharto yang memicu kemarahannya. Kemarahan saeorang penguasa tunggal tentu saja akan bisa diterjemahkan dengan lain atau sedikit lain atau malah terlalu lain oleh para pengikutnya dan para kroninya. Dan pak William ini menerima getahnya. Bank Summa menjadi target!!! Seperti diketahui Ketua Nahdatul Ulama pernah dijabat oleh Abdurrahman Wahid yang pernah membuat sebuah usaha keuangan yang bekerja dengan Edward Suryajaya sebagai pimpinan Bank Summa dan menamakan usaha tersebut dengan nama Nusumma. Abdurrahman Wahid pada waktu itu amat tidak disukai Suharto, terbukti dari pemberitaan di media memperlihatkan dalam suatu upacara sebuah acara Nahdatul Ulama di Sumatera Utara, Suharto tidak bersalaman dengan Abdurrahman Wahid. Hal ini menjadi pertanyaan umum dan menjadi bahan-bahan gossip. Seperti biasa  saya tidak terlalu mengacuhkan yang seperti ini.

Akan tetapi setelah Bank Summa mengalami hal-hal aneh dalam operasinya, maka saya menjadi mafhum bahwa ini semua permainan politik yang mengendalikan business besar.
Dalangnya bukan mungkin seorang biasa atau seorang taipan biasa, tetapi pasti sebuah instrumen yang dikendalikan oleh ulah seorang besar. Saya teringat isi buku yang dikarang oleh James Caldwell berjudul “Taipan” yang menceritakan bagaimana gerak meroket seorang wiraswastawan di Hong Kong pada awal pendirian Hong Kong. Salah satu turunannya yang hidup dijaman lebih maju dapat dijatuhkan usaha Banknya dalam kurun waktu beberapa hari saja. Caranya? Sebuah sindikat orang-orang kaya sepakat untuk melakukan cash withdrawal dari Bank bersangkutan pada waktu bersamaan dan dalam jumlah besar. Sindikat ini membuat bank tersebut terengah-engah karena Rush dan terkuras  habis uang tunainya sehingga dapat dikatakan menjadi bangkrut  karenanya. Meskipun dengan susah payah mendatangkan uang tunai secara cepat dengan kapal terbang dari kota London, toh tidak tertolong juga. Mengapa dari London? Karena bank-bank lain di Hong Kong tidak satupun berani menolong Bank yang menjadi target, karena takut kepada sindikat tersebut yang mungkin sekali juga mendapat backing dari Triad (Mafia China) disana. Nah operasi Bank Summa saya kirakan tidak jauh dari cara seperti itu.
Dari sinilah saya tambah mengagumi Pak William ini. Meskipun PT Bank Summa adalah sebuah Perseroan terbatas, dia mau memberikan jaminan pribadi (istilah yang digunakan waktu itu adalah : personal guarantee) nya. Orang mulai memaki-maki pak William dan mulai menterror rumah pribadinya di jalan Diponegoro (?) di Jakarta dengan mengiriminya sebuah peti mati yang digotong oleh serombongan orang. Pak William mulai menghilang dan tidak dapat ditemui akan tetapi sekali-sekali dapat juga didengar keterangan atau klarifikasi pribadinya melalui seorang  famili / kerabatnya bernama Kenneth Tjahjady Sudarto, yang juga seorang wiraswasrawan yang tangguh. Sedikit ada pengalaman saya mengamati Ken Sudarto ini.

Suatu saat pada sekirtar tahun 1990 dan 1991 saya bekerja di sebuah gedung di lantai lima, yang dari meja saya dapat mengamati sebuah gedung diseberang, yang terkenal dengan gedung Matari Advertising Inc. di daerah jalan Rasuna Said didaerah Jakarta Pusat.
Mula-mula sekretaris saya mengatakan bahwa Ken Sudarto ini orangnya baik sekali. Pembicaraan mengenai Ken Sudarto,  yang adalah pendiri dari Matari Inc., ini timbul karena ketika saya sedang mendengar sebuah lagu berjudul “The Unreachable Star”, ternyata saya baca disuatu hasil wawancaranya dengan sebuah media adalah lagu kesukaan Ken Sudarto. Pada hari-hari kemudian setelah sekretaris saya tersebut menyebut dia orang baik, sering sekali saya melihat keluar jendela dan mengamati dia. Ternyata benar seperti dikatakan oleh sekretaris saya bahwa dia itu selalu mengantar kalau tamunya pulang, dia selalu mengantarnya sampai kemobil. Itu saja yang saya ketahui mengenai dia dan saya tidak pernah bertemu Kenneth secara langsung. Jadi saya adalah a secret admirernya, karena dia tidak tahu dan tidak mengenal saya pribadi. Mengingat dan melihat di media perihal hubungannya dengan Pak William, yang tersirat kepada saya sebagai dekat dengan pak William, maka dia mengetahui mengenai saya, adalah ketika saya mengirim surat pengantar kepada Kenneth yang isinya minta agar dia bersedia memberikan pertolongannya untuk menyampaikan surat saya kepada pak William. Seperti saya sebut diatas pak William menghilang dan saya tidak mengetahui keberadaaanya. Sejak saat itu saya tidak pernah bertemu dengan Kenneth sampai saya baca iklan Berita Duka Cita meninggalnya Kenneth pada tanggal 5 Nopember 2005 yang lalu.
Sekarang sampailah maksud dan tujuan saya menulis semuanya ini karena merupakan bagian yang paling penting dari tulisan ini. Yang paling penting tersebut adalah isi surat saya kepada pak William. Sebaiknya saya tulis juga latar belakang mengapa saya menulis surat kepada pak William.

Saya beranggapan bahwa, meskipun sampai hari ini saya juga belum pernah bertemu langsung dengan dia, pak William adalah orang yang patut dihormati dan sepatutnya disegani.
Hanya karena “masalah bisnis” semata, dia mengalami sesuatu yang tidak pernah diharapkan oleh siapapun. Melihat pak William dicaci maki dan dihantam kiri kanan, didemo dan diperlakukan tidak patut, maka saya memutuskan bahwa saya paling tidak harus “menghiburnya” selaku sesama pelaku bisnis. Isi surat saya kepada pak William adalah seperti berikut ini:
·       Saya tidak mengenal pak William atau keluarga Suryajaya yang lain
·       Saya hanya bertemu dengan Edward satu kali ketika dia menjadi pengelola mesin Xerox di cabang kota Surabaya. Keperluan saya bertemu dia adalah karena saya menjual sebuah meja billiard yang saya import dari Australia, untuk ditaruh dirumah / Mess milik PT Astra di Surabaya.
·       Jadi benar-benar saya tidak mempunyai interest apapun terhadap keluarga Suryajaya dan businessnya sampai hari ini.
·       Saya berkirim surat hanya dengan maksud bahwa saya tidak     berkurang rasa hormat saya kepada pak William terhadap apa yang telah diperbuatnya
·       Saya sebut bahwa pak William adalah orang baik, malah keliwat baik karena memberikan personal guarantee-nya. Bukankah PT Bank Summa adalah sebuah PT, sebuah Perseroan Terbatas yang tanggung jawab pemiliknya adalah sebatas saham yang dipunyainya didalam Perseroan? Itu pengertian saya pada waktu itu dan sampai sekarang.
·       Dengan memberikan personal guaranteenya maka pak William menjadi terpaksa melepaskan asset-asset miliknya  diperusahaan lainnya seperti misalnya Astra International untuk menutup lubang dimana PT Bank Summa sedang berada pada waktu itu
·       Saya mengharapkan bahwa pak William tetap dikaruniai kesehatan dan keselamatan untuk selanjutnya.
Begitulah pokok-pokok isi surat saya kepada pak William yang saya kirimkan melalui sdr. Kenneth Sudarto. Lama saya tidak mengetahui apa surat saya sampai atau tidak kepada pak William sampai saya sudah agak melupakannya.
Suatu sore sekitar waktu Maghrib, barangkali hampir dua bulan terhitung setelah saya mengirimkan surat kepada sdr. Ken Sudarto, telephone rumah saya berdering dan saya kebetulan menerimanya langsung. Terdengar suara mau bicara dengan saya dan saya tanya dari siapa ini. Jawabnya “Saya William”. Saya yang tidak menduga sama sekali bahwa ini pak William, malah saya tanya William siapa dan dia menjawab bahwa dia menerima surat saya. Barulah saya sadar bahwa ini adalah pak William Suryajaya yang saya kagumi. Kami sempat berbicara dalam sebagian pembicaraan  pak William berbicara dalam bahasa Inggris. Dia bilang terimakasih atas isi surat saya. Katanya banyak teman-temannya yang sekarang membelakangi pak William dan sedang memandang dia seperti seorang penderita kusta (istilah yang digunakannya adalah Leprosy). Jadi dia bilang bahwa saya, orang yang tidak dikenalnya, sebagai satu-satunya yang menulis surat kepadanya. Ini menyebabkan dia merasa perlu untuk menelepon saya. Mungkin pembicaraan itu belangsung sekitar dua puluh menit lamanya. Saya tidak menanyakan dan tidak tahu dari mana pak William menelepon saya, dan sampai hari inipun saya tidak pernah bertemu atau berhubungan dengan pak William. Telepon tersebut adalah amat berarti bagi saya karena saya memang tidak pernah mengharapkan apa-apa. Yang penting adalah apa yang saya sampaikan menurut orang Jawa istilahnya yang tepat adalah ketrimo (accpted, dapat diterima)
Saya menulis ini semua tanpa pretext (atau pretence atau guise atau maksud-maksud tersembunyi). Saya menulis apa saja karena saya memang menulis tanpa batasan atau kategori tertentu, sejak saya dengan sengaja berhenti berbisnis pada waktu saya mencapai umur 60 tahun pada tujuh tahun yang lalu. Saya mulai menulis pada waktu sekitar tiga tahun yang lalu dan paling produktip sejak sekitar dua tahun terakhir.
Pada tahun ini saya sudah menulis sekitar lebih dari seratus subject, yang tiap subjectnya (tiap judulnya) sekitar paling banyak sepuluh halaman. Karena subjectnya amat bervariatip maka enaklah saya menulis ini karena hampir tidak mempunyai beban yang menghambat saya menulis mengenai sesuatu. Setiap judul selalu saya beri tanggal saya menulisnya, agar relevansinya terjaga.
Semua tulisan saya belum pernah saya berikan kepada media tetapi sudah saya berikan kepada teman-teman dekat saya sesuai dengan subjectnya. Pada umumnya mereka minta agar saya mau untuk membukukannya, akan tetapi selalu saya jawab bahwa bukunya akan saya terbitkan nanti bila saya tepat berumur tujuh puluh tahun. Moga-moga dapat terlaksana. Bagi saya menulis adalah sudah seperti kegiatan routine dan saya memang agak mengabaikan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Saya berpendapat bahwa berpikir seperti ini adalah membantu menjadikannya sebagai salah satu dari hambatan orang menulis. Nanti kalau saya pikir sudah tiba waktunya akan saya minta penulis professional dan ahli bahasa Indonesia, agar membantu memeriksa dan dengan ijin saya akan dapat mengubah dimana dirasakan amat perlu untuk diedit dan diubah. Yang paling penting adalah mengeluarkan uneg-uneg (atau outbursts) dari hati saya sesegera mungkin.


 Anwari Arnowo
17 Nopember, 2005

---ooo000ooo---



When life knocks you down, try to fall on your back,
because if you can look up,  you can get up

Ketika kehidupan memukulmu jatuh, usahakanlah untuk jatuh terlentang  karena kalau kamu bisa melihat keatas, kamu bisa bangun

No comments: