Friday, September 17, 2010

Mencintai Diri Sendiri Itu Bukan Dosa

Anwari Doel Arnowo
7 September, 2010
Mencintai diri sendiri

Apa ya arti: 私は自分との愛の中にいます ? 
Itu artinya saya mencintai diri saya sendiri, mengucapkannya: Watashi wa jibun(baca: jibung) to no ai no naka ni imasu yang di dalam bahasa Inggrisnya adalah: I am in love with myself. Terasa egois atau selalu mengingat diri sendiri saja, tetapi sejak jauh hari, di jaman awal kehidupan dan tersimpan selalu di dalam lubuk hati manusia, yang siapapun dia atau di manapun juga dia, memang begitu, kan?? Kalau anda mengalami bencana alam atau bencana lain, untuk siapa yang pertama-tama anda lakukan penyelamatan??
Diri sendiri dahulu, baru orang lain!!
Itu baik, dan bukan dosa!
Justru gaya dan jurus kehidupan inilah yang mengelola kehidupan sepanjang umur kita!
Yang saya keluarkan dari isi hati saya di atas itu tentu saja telah diketaui dan dipahami oleh semua orang termasuk saya, yang saya seharusnya mengungkapkannya secara tertulis lebih awal ..
Saya pikir kita sudah patut membicarakannya dengan berterus terang.
Kita hidup di dunia ini sebenarnya siapa yang memulai??
Jawab yang saya setujui sesuai dengan pengetauan yang saya dapat sampai saat ini, adalah tidak ada satu manusiapun yang memulainya. Jawaban ini tentu saja bisa berubah nanti kalau sesuatu yang masuk di akal kita, yang berbunyi sebaliknya, ketika saatnya tiba nanti, akan muncul.
Semua manusia lahir ke dunia ini tanpa dia tau kapan akan lahir. Setelah lahir saja dia perlu bertahun-tahun bisa mengerti bahwa dia itu hidup di dunia ini. Hidup?? Apa itu??
Yang dia tau dia harus makan dan tidur dan merasa kan lapar serta ingin mengetaui apa saja yang melintas di depan pandangannya dan di sekelilingnya. Tiga tahun sudah umurnya, dia belum mengetaui  dia itu hidup, untuk apa hidup dan apa artinya hidup bagi dirinya sendiri. Demikian seterusnya tiap periode di dalam hidupnya, dia tetap saja ingin tau hidup untuk apa dan sampai kapan.
Itu terjadi kepada diri Hayam Wuruk, kepada Ramses, kepada Galileo serta kepada Diponegoro dan Soekarno. Semua manusia menggandrungi hidup, ingin sekali mengerti untuk apa dan sampai kapan akan hidup. Tidak ada satu pun yang meminta dihidupkan. Bagaimana mati? Itu terjadi tanpa diketaui bila, dalam hal mati wajar. Dua hal yang masih merupakan misteri sampai hari ini: kapan mulai hidup dan kapan kepastiannya untuk mati. Saya juga masih mempunyai pertanyaan-pertanyaan sama seperti tu. Demikian juga Cheng Hoo, Albert Einstein atau Pak Marhaen dan Bob Hope yang lucu itu, serta Stephen Hawking yang punya gelar Sir dan Professor. Baru beberapa hari yang lalu Stephen Hawking ini membuat gempar dengan pernyataannya yang hebat seperti bisa dibaca di bawah ini sebagai berikut:
JAKARTA, KOMPAS.com – Pendapat kontroversial fisikawan Inggris Stephen Hawking yang mengabaikan peran Tuhan dalam penciptaan alam semesta ternyata bikin heboh seluruh dunia. Stephen Hawking pun langsung menjadi topik perbincangan paling hangat di Twitter bertengger di puncak trending topics.
Saat dikunjungi Jumat (3/9/2010) malam, jumlah tweet dengan keyword atau kata kunci stephen hawking mencapai lebih dari 1000 kali hanya dalam waktu setengah jam saja. Rata-rata pengguna twitter meneruskan informasi dari berbagai situs soal pendapat yang kontroversial tersebut.
Tak sedikit yang mengaku sudah memesan buku terbaru karangan Stephen Hawking lewat Amazon berjudul “The Grand Design”. Dalam buku yang akan diluncurkan 9 September mendatang di Inggris, Hawking menulis sejumlah pendapat yang menuai banyak tanggapan itu.
Hawking menuliskan bahwa alam semesta bisa tercipta karena hukum gravitasi. Menurutnya, tak perlu membawa-bawa nama Tuhan seolah-olah sebagai penciptanya. Ia menjelaskan teori M yang menjelaskan bagaimana alam semesta dapat tercipta secara spontan.
Pendapat tersebut langsung menuai tanggapan dari banyak pihak dan menjadi memunculkan opini tanggapan di media massa Inggris. Menanggapi pendapat kontroversial tersebut, sejumlah pemuka agama di Inggris mengatakan tak perlu mempertentangkan agama dan sains karena punya cara pandang yang berbeda. Salah satu kolega Hawking di Universitas Cambridge juga berpendapat Hawking memaknai istilah Tuhan secara berbeda dengan makna dalam kitab suci.
Kompasonline,3 September 2010


Link berikut ini adalah aslinya ditulis di dalam bahasa Inggris:
http://anwaridoelarnowo.blogspot.com/2010/09/why-god-did-not-create-universe-by.html  
Itulah sebabnya saya memakai credo di bawah signature saya di setiap email saya yang berbunyi: Flowing like water, avoid big conflicts – Mengalir seperti air, menghindari konflik yang besar.
Itu artinya saya sudah berserah diri karena tidak bisa menjawab banyak pertanyaan di atas. Saya berserah diri kepada kehidupan yang ada di sekeliling saya. Saya tidak berserah diri kepada pemerintahan, tidak kepada masyarakat dan tidak kepada keluarga saya. Saya mengalir seperti air. Saya tau benar bahwa di antara para pembaca, pasti ada yang ingin mengajak saya sekarang ini kesuatu arah yang di percayaai seratus persen benar. Dia hanya percaya kepada sesuatu yang seratus persen dipercayai sebagai benar, berupa kepercayaan. Tidak usah disebutkanpun, anda pasti tau apa maksud saya. Saya belum mau menyebutkan pada kalimat ini, mungkin nanti di bagian lain dari tulisan yang lain.
Di sekeliling saya pada saat ini ada keluarga saya, ada masyarakat, ada pemerintahan yang sedang mengatur masyarakat-masyarakat ini. Sungguh menggelikan hati menyaksikan bagaimana setiap rumah tangga dan setiap gerombolan di dalam tiap-tiap masyarakat sendiri sekalipun, selalu mengatakan bahwa mereka adalah yang paling bisa mengatur bagaimana sebaiknya interaksi yang seharusnya berada di antara masyarakat yang ada.
Kemudian sekali pemerintahan-pemerintahan lain di seluruh dunia juga mengatakan yang sama seperti demikian.
Pemerintah diberi kekuasaan oleh masyarakan untuk mengatur apa yang baik untuk mereka, tetapi setelah berjalan beberapa saat, datang bantahan dari masyarakat sendiri yang mengatakan apakah benar pemerintah memang benar-benar becus dalam mengatur, bukankah seharusnya begini dan juga begitu?? Maka bertengkarlah pendapat-pendapat yang berkeliaran di udara, di mana-mana, di sini dan di situ sampai masayakat lupa: mana ujung dan mana pangkal.
Sibuk bertengkar dan tidak ingat bahwa hidup itu perlu bekerja dan berproduksi.
Yang ingin menonjolkan mental mengatakan bahwa mental yang tidak baik, mana mungkin bisa menjalankan kehidupan yang baik??
Iya itulah sebabnya maka beberapa manusia “pintar” mendapatkan cara ingin mengatur manusia-manusia lain agar bisa lebih tertib dalam hidup bersama di dunia ini. Ada yang menyebut cara pengaturan itu secara fisik manusia dan ada yang ingin mengaturnya dengan cara akal budi serta ada yang melalui mental. Tiga hal ini berbenturan tidak kurang serunya, ada kerancuan antara akal budi dengan mental dan fisikpun menyatakan bahw dia tidak kalah penting. Yang paling beruntung tentunya adalah orang yang mampu dan bisa mengendalikan ketiga unsur ini dengan seimbang. Ada berapakah manusia di dunia ini yang mampu membuat dirinya seperti itu?? Ada yang menyebut mungkin Nero, atau Pharao, Sulaeman, Muhammad serta Jesus lalu selanjutnya ada Alexander yang Agung, Khu Bilai Khan, Romo Mangun, Mahatma Gandhi? Saya tidak bisa menghitung, banyak sekali, tetapi dibanding dengan jumlah manusia, saat ini saja, yang sekitar enam miliar jumlahnya, jumlah manusia yang seimbang itu hanya sedikit. 
Apalagi bila kita amati sudah lama sekali tidak timbul Nabi baru. Orang Muslimpun hanya percaya bahwa Nabi orang Muslim, Mohammad SAW, adalah Nabi yang terakhir dan ditegaskan pula bahwa tidak ada Nabi lain lagi setelah beliau, yang bisa diakui oleh orang Muslim. Manusia yang telah dinobatkan menjadi Nabi-Nabi itu dipercayai oleh ummatnya atau oleh yang bukan ummatnya, sebagai orang-orang yang lebih dari manusia biasa, tidak biasa bahkan ada yang membuatnya menjadi luar biasa sekali.
Saya yang hidup di dalam tahun 2010 tidak bisa mengetaui apakah benar seorang Nabi itu seperti apa yang telah pernah digambarkan oleh orang-orang yang percaya dan oleh cerita-cerita verbal serta tertulis yang ada selama ini. 
Saya harus bersikap bagaimana menghadapi kepercayaan yang berlebihan dan berpotensi membuat manusia bertengkar?? 
Saya ambil sikap tegas sebagai satu-satunya jalan bagi saya, adalah menghindari bergaul yang berpotensi akan menimbulkan konflik, yang biasanya terbukti kemudian sama sekali tidak perlu. Bukankah boleh dibilang siapapun yang pernah saya temui di dunia selama ini, tidak ada satu manusiapun yang telah pernah bisa dekat mengamati manusia yang diberi gelar Nabi, manusia yang dianggap istimewa dan oleh karena itulah sebabnya mengapa dia telah mendapatkan sebutan dan gelar seperti itu?
Apabila saya atau anda ingin berbuat meniru mereka, pastilah bentuk dan akibat dari tata cara menirukan akan terlihat tidak bisa sama dengan yang ditiru. Yang begini adalah normal dan amat biasa terjadi. Di dalam pelajaran ilmu manajemen, ada sebuah program atau cara yang menggunakan sebuah simulasi yang amat digemari oleh para penyelenggara dan pesertanya, seperti berikut ini: Sejumlah hadirin menjadi pelaku A, B, C, D dan seterusnya sampai misalnya saja M. Penyelenggara membisikkan sebuah kalimat, yang diwajibkan diteruskan, dengan cara berbisik juga, kepada B, C, D, E dan F sampai M. Ketika selesai L berbisik kepada M, maka penyelenggara meminta M agar mengulangi apa yang didengarnya dari L, dengan suara keras!! Selesai M berkata-kata menceritakan kembali apa-apa yang telah didengarnya, biasanya semua menjadi tertawa dan masih merasa geli karena tidak sama dengan apa yang didengar, baik oleh si A, B, C, D, E dan seterusnya sampai oleh L sekalipun. Anda bisa bayangkan kalau misalnya si A hidup di abad ke satu, dan B di abad ke dua dan seterusnya dan M yang hidup di abad yang sekarang.
Apa bunyi yang sebenarnya didengar oleh si A yang hidup di Abad Satu??
Sekarang kita harus memenuhi apa yang disebut sebagai keinginan tau dari masing-masing manusia yang hidup di abad di mana tahun 2010 berada.
Apa yang kita tau itu semua didapat dari belajar, belajar ilmu yang disebut ilmu pengetauan. Belajar dengan niat atau tidak dengan niat. Yang tidak dengan niat, hal itu disebabkan oleh karena adanya hal berupa kejadian yang melintas tanpa kemauan sipemilik dari ingatan itu. Misalnya yang berikut ini: Anda melihat delapan kendaraan berwarna merah melaju berturut dalam jarak waktu yang acak. Tanpa anda sadari semua memori mengenai kendaraan itu tercatat di dalam ingatan anda, mau atau tidak mau. Besaran dari ingatannya bisa berbeda sesuai kemampuannya, yang ditentukan oleh umurnya masing-masing. Yang berasal dari tidak ada niat inilah, yang nantinya akan bisa saja muncul kembali tanpa kita perintah dan tanpa kita sadari sepenuhnya, pada suatu waktu kemudian bila diperlukan. Semua pengetauan ini telah didapat dari kondisi yang  menggunakan niat maupun tanpa niat, telah dan akan menjadikan manusia untuk lebih mengetaui serta bertambahnya kebijakan dalam mengelola kehidupannya.
Itulah sebabnya saya pernah dengan ‘berani’ mengucapkan bahwa saya pasti lebih pandai dan bijak daripada almarhum kakek saya dalam banyak hal, terutama apalagi dibandingkan dengan beliau secara biologis saya ini berumur lebih tua beberapa puluh tahun daripada usia hidup beliau yang hanya sekitar kurang dari 40 tahun. Informasi yang diterima selama masa hidup beliau pasti tidak lebih banyak daripada yang telah saya terima. Saya sungguh mengharap hal ini diterima sebagai fakta bahwa saya bukannya karena ingin menyombongkan diri. 
Lagi pula bagi saya untuk apa pula??
Dengan kakek saya saja kita mampu mendapatkan kenyataan yang seperti ini. Lalu apakah Galileo itu bisa lebih pandai dan bijak dari manusia sekarang?? Sudah lama kita bisa mengamati Planet lain secara visual dan secara teori, Galileo pasti tidak pernah akan bisa  mendapatkan kesempatan itu. Kita mengamati cell tubuh kita dan bagian yang terkecil sekali setelah atom atau neutron. Hal seperti itu, mungkin tidak terpikirkan oleh manusia umumnya pada seratus lima puluh tahun yang lalu.
Kembali ke Stephen Hawking, beberapa waktu yang lalu dia juga memberi peringatan kepada dunia, bahwa sebaiknya segera mencari tempat domisili lain di luar Planet Bumi, karena meneruskan pola hidup manusia seperti kita yang sekarang ini sedang berlangsung,  menggunakan tata cara sekarang ini, maka ada kemungkinan besar Planet Bumi akan rusak porak poranda dalam dua abad mendatang. Saya kira tidak ada jeleknya kita waspada dan belajar lebih tekun menghadapi kemungkinan yang kurang nyaman seperti itu.
Benarkah kita nanti akan mengalami apa yang dikhawatirkan oleh Sir Stephen Hawking ini? Kalau benar apakah kurun waktu itu adalah Hari Kiamat yang dipercayai oleh banyak orang? Saat ini saya tidak bisa menanggapi apa-apapun terhadap prediksinya. Yang jelas saya tidak akan mengalaminya. Anda para pembaca, juga tidak  akan mengalami. Bahkan semua manusia yang sekarang ini hidup di dunia, tidak akan mengalami juga. Tetapi siapakah Sir Stephen Hawking itu sebenarnya? Apa memang dia itu sudah patut digugu dan ditiru seperti guru?? Dia manusia biasa, seperti layaknya manusia pada umumnya, manusia itu amat amat rentan terhadap kesalahan. No man can do no wrong, itu tidak akan saya tentang karena memang manusia itu amat bisa bersalah, sepintar apapun dia.
Saya hanya bisa mengajak anda para pembaca agar bisa secara harmoni melangsungkan kehidupan masing-masing, betapa beragamnyapun bentuk kehidupan yang ada, berdamailah dengan sekeliling anda. Janganlah hanya karena sebuah masalah yang kecil, membuat anda bisa menjadi marah yang berlebihan, lalu membuat perbedaan pandangan menjadi permusuhan dan perkelahian serta peperangan. Itu sikap negatif dan merusak diri anda sendiri serta keturunan anda seluruhnya. Hanya karena marah, anak cucu ikut menderita. Janganlah anda mengumbar amarah. 
Yang pemarah pada umumnya adalah mereka yang kurang mampu mengkomunikasikan kemauannya, baik dalam bentuk komunikasi verbalnya maupun tertulisnya. Karena itu kembangkanlah bakat anda untuk bisa berkata-kata dan menulis dengan cara yang intelektual, ramah dan manis bergaul. Menurut pengalaman saya, tersenyum kepada orang yang kurang baik ingatannya saja, tidak merugikan. Segarang apapun tampang yang terpampang di mukanya, orang itu semestinya bisa tersenyum simpul, kecuali dia itu telah terserang syarafnya dan terkendala oleh akibat penyakit dan terkena kondisi stroke.
Senyum dan pergaulan yang manis bisa membatalkan pertengkaran.
Hidup akan berakhir dan mati?
Biarlah mati datang dan tidak usah dilawan. Mati adalah bentuk perubahan manusia yang paling akhir. Bukankah kita tidak akan menetang perubahan?? Perubahan adalah hal yang selalu terjadi dan diluar kendali manusia. Yang selalu tetap itu memang ada. Apa yang selalu tetap itu? Jawabannya adalah PERUBAHAN.
Teringat saya akan sebuah profesi yang disebut Hospice (Hospice - Wikipedia, the free encyclopedia ) atau disebut juga dengan Palliative Care, yang mendalami dan melakukan semua upaya yang mungkin untuk mengantarkan orang yang dipercayai sudah tidak bisa disembuhkan dari penyakit, yang tentu saja tidak lama lagi akan mendatangkan kematian. Berlawanan dengan tugas dokter, profesi ini tidak melawan kematian. Dokter menunda orang agar tidak mati, tetapi professi ini menghantarkan orang yang menuju ke kematian dengan prosedur, metode, cara dan jalan yang lebih nyaman dalam menyambut kedatangan maut.
Anwari Doel Arnowo
Toronto – 07 September, 2010

No comments: