Sunday, May 9, 2010

Go forth to meet the shadowy future, without fear

"Look not mournfully into the past. It comes not back again. Wisely improve the present. It is thine. Go forth to meet the shadowy future, without fear."
 - Henry Wadsworth Longfellow -










Anwari Doel Arnowo – 08/05/2010
Living in the past?? Please Don’t

Sebelum makna judul tersebut saya katakan kepada orang lain, kepada diri saya sendiri sudah saya beri “orasi” berkali-kali yang isinya seperti itu. Apa sebab??
Dahulu kala ketika makin terang benderang bahwa pemerintahan Presiden Suharto memberikan kepada mantan Presiden Soekarno banyak perlakuan yang kurang adil, atau tidak adil, bahkan tidak adil mutlak, saya pernah bersumpah secara diam-diam, bahwa pada suatu saat di masa depan saya akan ‘membalas” dengan cara menuliskannya, mengembalikan berita yang tidak benar menjadi seperti yang semestinya dan benar, kalau perlu disebarkan di luar negeri. Semua akan saya upayakan agar ditaruh di tempat yang semestinya tanpa mengarang-ngarang yang lain, yang tidak benar atau di reka-reka untuk kepentingan lain.
Menjelekkan Suharto? Tidak usah saja lah.
Ataukah mengkultuskan Soekarno? Itu tidak saya kerjakan juga, oleh karena pasti saatnya tiba akan dinilai sesuai dengan apa yang terjadi sesuai sejarah.
Setelah sekian kali, saya ulangi lagi: HISTORY bukan HIS STORY.
Ternyata kemudian sekali, saya baru bisa dan sempat menuliskannya di dalam negeri, di dalam banyak kesempatan setelah Presiden Suharto itu lengser keprabon, karena amat jelas terkesan bahwa Sang Presiden yang ini adalah lebih sesuai disebut dengan istilah Sang Prabu. Setelah saya banyak menulis seperti cita-cita saya “membalas” seperti itu, saya sekarang lebih tenang, jauh sekali lebih tenang, seperti orang yang telah selesai kaulnya dilakukan dan dibayar. Saya sudah tidak lagi merasa perlu melanjutkan aksi yang telah saya lakukan itu.
Saya merasakan I have done my share and I do not want to live in the past!! – Saya sudah mengerjakan “tugas”yang memang jatah saya dan tidak mau hidup di masa lalu!!
Saya merasakan bahwa hidup ini begitu dinamis dan begitu beragam datangnya perubahan, saya tidak mau menempatkan diri di suatu tempat yang terlalu sedikit perubahannya, seperti halnya living in the past itu tadi. Sebisa dan semampunya, saya akan berubah terus menjadi seorang yang selalu bergerak beragam dan dinamis dan berubah, tidak diam di tempat dan hanya mengenang masa lampau terussss.
I am a man on the move, begitu seharusnya motto dan credonya.
Tindakan ini tentu saja ada sebabnya dan ada yang mendorong.
Saya yakin akan lebih nyaman saya berinteraksi dengan masyarakat sekitar saya, my peer and compeer, my relatives and my friends, the human beings surrounding me. Singkatnya ini bisa menyamai apa yang sering disebut oleh orang Muslim sebagai Hablum Min Annas. Apabila saya tidak bisa menaklukkan yang satu hal ini, maka saya akan cepat layu dan segera Join The Club-ikut menjadi anggota klubnya para orang tua yang hanya duduk-duduk dan mengenang-ngenang masa lalu, the beautiful glorious days in the past. Biarpun misalnya Bintang Maha Putra ataupun Bintang Gerilya menghiasi dada, tetapi kita gagal menjaga keharmonisan dengan sekeliling kita, maka itu akan merupakan pemborosan waktu dan biaya kehidupan.
Saya mengikuti perubahan, sesuai yang saya butuhkan, dengan tidak menggunakan komputer hanya sebagai mesin ketik (typewriter) saja. Saya selalu mengusahakan agar bisa juga untuk ikut menggunakannya bagi banyak keperluan lain. Hal itu sesuai nama asal katanya dari perkataan komputer yakni: To Compute!!
Saya perlu menerangkan hal ini, oleh karena banyak kali saya harus mengulang-ulang intisari kata-kata yang saya tuliskan ini, hanya karena menjawab atau memberitau teman sejawat dan seumur yang sedang memerlukannya.
Mereka ini adalah yang living in their past and nothing is better than that!-hidup di masa lalu dan merasa tidak ada yang lebih baik dari hal itu saja!
Mereka melawan datangnya perubahan yang terjadi dan merasa amat nyaman menikmati seperti apa yang pernah mereka alami pada masa yang telah lalu.
Tentu saja saya tidak merasa perlu memaksakan kehendak saya agar mereka bisa berbuat seperti apa yang saya lakukan, atau seharusnya apa yang mereka lakukan. Itu sepenuhnya hak mereka. Mereka berkeinginan menjadi apapun, hidup nerimo coro Wong Jowo (menerima cara Orang Jawa), ya silakan saja, tidak ada yang melarang. Bahwa mereka ini tidak mempunyai email, tidak bisa membaca dan menulis di internet serta ber-sms (Short Message Service), sama sekali bukan urusan saya, itu sepenuhnya urusan mereka masing-masing. Saya sebut hal-hal yang mudah seperti ini semata-mata hanya sebagai contoh sederhana, meskipun di antara mereka ini masih ada saja hal-hal yang tidak sanggup mereka melakukannya.
Coba saya sebutkan salah satu yang tidak sanggup mereka lakukan. Apa itu??
Merakyat dan membumi, bergaul dengan rakyat biasa dan “menurunkan derajat diri” !!! Contoh?? Cobalah tinggalkan mobil di garasi atau tempat parkir yang aman, berpenampilan biasa dan sederhana, dan berjalan kakilah ke pasar rakyat, ke setasiun kereta api, ke tempat-tempat rakyat menghibur diri di desa, di kalangan RT dan di manapun yang tidak ada tanda-tanda ada pejabat setingkat Lurah ke atas!! Bisa tidak?? Biarpun menjawab bisa, kita masih pantas merasa perlu menyangsikan kenyataan yang sesungguhnya, bisa apa tidak?
Yang saya pernah bertemu adalah Pak Benyamin Mangkudilaga bekas Hakim terkenal karena berani berlawanan menentang Tommy Suharto. Saya melihat dia sedang di sebuah pasar rakyat di daerah Senayan di Kompleks Olah Raga pada suatu hari libur, belasan tahun yang lalu. Itu saja saya rasa masih belum merakyat seratus persen, karena para yang belanja di sana hanyalah  orang-orang elite dan yang punya keisengan duit.
Yang di dalam pasar Majestik? Di dalam Pasar Senen?? Saya tidak ketemu!!
Apalagi sekarang banyak Mall dan Apartment yang eksklusif. Ke sanalah mereka “menghilang”. Bung Karno pada jamannya, pernah mengajak ayah saya berdua pergi ke Glodok dan ayah saya saja yang mengemudi. Hal ini terkendala karena pihak keamanan mencegahnya dengan segala cara dan batallah rencana itu.
Saya ingin mengajak teman-teman saya sebaya yang sudah bukan siapa-siapa lagi, melalui tulisan ini, untuk ikut turun ke bawah dan langsung merakyat. Saya tidak mengajak menggelandang. Saya juga tidak mengajak “nglomproh”- berpetualangan tanpa tujuan.
Tetapi adalah bukan berdosa kalau kita mencari identitas baru, yang mantap di hati sendiri, yang dapat sekali-kali digunakan untuk melupakan what and who you wereapa dan siapa anda pada jaman dahulu kala. Ini bagi saya mungkin sekali mirip seperti dalam ilmu silat, yakni: mengentengkan tubuh. Benar-benar mengentengkan tubuh dan pikiran, serta melepaskan belenggu mindset-mindset yang selama ini yang selalu kita ikut membenarkannya. Kalau anda berhasil melakukan yang seperti ini, yakinilah kalau saya katakan bahwa ini akan menolong anda dalam meluaskan horizon dan rasa kemanusiaan anda.
Singkat kata apa yang saya ingin diperlihatkan kepada anda adalah adanya dunia lain yang ada di sekeliling anda sendiri, masing-masing, dengan cara yang sederhana, murah hampir tanpa biaya, tetapi amat mangkus (effective) hasilnya: “menurunkan derajat”!!
Jaman saya masih muda saya sering melakukan sebaliknya. Bila saya berhadapan dengan seorang Gubernur Propinsi, dengan seorang Jenderal yang komandan, dengan seorang menteri sekalipun, saya justru “menaikkan” derajat diri saya ke satu level atau ke tingkat yang setara dengan derajat  mereka. Tidak pernah saya beri kesempatan mereka itu untuk “menaruh” diri saya di tingkat yang tidak sederajat dengan derajat mereka. Akan tetapi saya hanya “mengangkat” diri saya saja sampai ke tingkat mereka, tidak lebih tinggi, sehingga mereka akan bisa merasa dibuat tidak menjadi lebih rendah dari tingkat yang ditempatinya. Hal seperti ini, misalnya dalam tindak-tanduk diri, dalam berbincang dan tingkat diskusi, akan juga meringankan beban-beban diri kita yang selama ini sebenarnya tidak perlu kita pelihara! Lepaskan beban-beban seperti itu dan siapkan diri menjadi tanpa beban berat. Kita tetap dalam batas-batas sopan santun, jangan sekali-kali kurang ajar.
Jadi bagi para had been atau mantan, marilah kita melupakan kejayaan yang sudah lalu, dan bila perlu capailah identitas yang baru dan malah justru lebih baik dan bermartabat. Kalau dulu anda terikat dengan protokol dan ikatan-ikatan beban, sekarang bebaskan diri masing-masing dengan kendali merdeka sepenuhnya oleh diri sendiri.
Apa yang anda mau?? Merenung dan bermeditasi?? Lakukanlah.
Bekerja sebagai suka relawan? Mulailah dengan menjadi aktivis di lembaga-lembaga sosial, untuk ikut menyantuni orang-orang yang tidak berdaya secara hukum Negara, secara kehidupan sosial yang sedang jelek, memberantas buta huruf, bekerja agar perpustakaan bisa hidup kembali ….
Aaaah masih banyak tempat anda bisa berkarya dan berguna serta bermartabat tinggi.
Lakukanlah semuanya dengan ikhlas dan bersemangat serta penuh kejujuran….
Atas kerja yang anda limpahkan, jangan mengharap imbalan seketika berupa materi atau berupa imbalan penghargaan non materi. Berkaryalah semampu anda dan seikhlas-ikhlasnya.
Yakinilah bahwa hasil karya anda tidak akan menjadi sesuatu yang pecuma.

Anwari Doerl Arnowo – 09/05/2010



2 comments:

djoko said...

onward never retreat

Unknown said...

Baik dulu ketika masih aktif bekerja maupun sekarang setelah menjalani masa pensiun, semua hal yang dikatakan Mas Anwari sudah dan sedang saya lakoni.

Rahardjo Mustadjab